Cerita ini terjadi saat suami saya off dari pekerjaannya. Permasalahan kantor yang pelik mengakibatkan adanya PHK sejumlah karyawan termasuk suami saya. Bersamaan dengan suami yang di PHK, ekonomi keluarga juga sedang terpuruk. Dan saat itu, saya tengah hamil 8 bulan, yang mana sebulan lagi calon anak kami akan lahir.
Kami berusaha sendiri menyelesaikan permasalahan ekonomi keluarga tanpa ingin mengganggu orang tua atau kerabat yang lainnya. Dari mencoba berjualan online sampai menjual jasa sebagai penerjemah buku Bahasa Inggris. Saya dan suami yang merupakan lulusan sastra Inggris, paling tidak menguasai literasi berbahasa Inggris. Alhamdulillah, melalui jual jasa penerjemahan tersebut kami dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Meski demikian, menjadi penerjemah tidak bisa kami jadikan jalan penghasilan yang utama. Kecanggihan teknologi yang semakin mudah dirasakan dalam genggaman turut mengurangi kebutuhan masyarakat akan penerjemah seperti kami. Masyarakat lebih cenderung mengandalkan aplikasi dan jasa terjemah online yang dapat mereka akses dengan mudah dari smartphone mereka.
Tepatnya tiga hari menjelang persalinan buah hati kami, kami mendapat kabar yang tak disangka. Setelah menjalani pemeriksaan dokter, diketahui bayi kami mengalami lemah jantung dan harus segera dilahirkan secara sesar. Bingung dan kecewa melingkupi hati kami. Memikirkan biaya yang pasti tidak sedikit ditambah iuran BPJS yang sempat tertunda selama 7 bulan membuat kami kebingungan. Sungguh saat itu kami tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa.
Sepulang dari dokter, kami jalan-jalan di sekitar alun-alun kota untuk sedikit melepas penat. Kami duduk sambil makan jajanan Nasi Hik di pinggir alun-alun. Makan secukupnya pun terasa hambar ketika mengingat perkataan dokter. Ya Allah tolonglah kami. Rintih kami dalam hati.
Sebelum kami beranjak untuk membayar makanan, ada seorang ibu dan anak yang sepertinya juga sedang kebingungan. Suami saya bertanya kepada ibu tadi, dan ternyata ibu tersebut kehilangan dompet sedang si anak terlanjur naik mainan-mainan yang ada di sekitar alun-alun. Sang ibu yang kami temui tersebut bingung bagaimana membayar wahana mainan-mainan tersebut. Tanpa pikir panjang suami saya langsung menyerahkan sejumlah uang kepada ibu tersebut untuk membayar wahana mainan, “Semoga cukup ini Bu,” kata suami saya, singkat. Walaupun jujur saya agak meragukan ibu tersebut. Penampilannya terlihat seperti orang kaya tapi tidak bisa membayar permainan anaknya, di luar alasan dompetnya hilang atau tidak.
Ibu itu sangat berterimakasih pada suami saya dan mendoakan kami, “Semoga Allah mengganti yang lebih baik ya, Mas.” Suami saya mengaamiinkan dan menyelipkan permintaan, “Doakan Istri dan anak saya Bu, semoga bisa lahir dengan lancar dan sehat.” Ibu itu mengaamiinkan dengan tulus kemudian pergi meninggalkan kami. Suami mengingatkan saya untuk banyak istighfar, karena sudah mendahulukan prasangka buruk kepada ibu tersebut.
Tepat hari Rabu tanggal 20 Maret 2019 perut saya terasa mulas yang sangat hebat. Dari artikel yang saya baca, ini adalah salah satu tanda-tanda bayi akan lahir. Padahal dokter tempo hari menyarankan sepekan lagi kami harus operasi. Kami segera bergegas ke rumah sakit. Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan, saya dibawa ke ruang bersalin karena kata perawat bayi sudah siap lahir, bukaan sudah sempurna. Dengan dipandu bidan dan suami, tanpa berlama-lama bayi kami lahir dengan selamat dan sehat. Masyaallah, Alhamdulillah. Vonis jantung lemah tinggal cerita. Alhamdulillah bayi kami lahir dengan selamat dan sehat normal. Pertolongan-Nya dari arah yang tak disangka-sangka. Bisa jadi datang dalam bentuk peluang berbuat kebaikan kepada sesama, hingga Allah ridho dan pertolongan-Nya datang tiba-tiba.