Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun telah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
[HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Ad-Daruqutni. Inilah yang menginspirasi seorang muslimah kelahiran Klaten, 21 Juni 52 tahun yang lalu. Ialah Awik Nurhidah Ismundiah atau lebih dikenal dengan nama Awik Darmadi.
Sejak menikah dengan Sembada (Alm.), di usianya yang menginjak angka 20, ia dan suami bersepakat agar Awik menjadi full time Ibu Rumah Tangga. Pada tahun 1986, wanita lulusan Sekolah Pertanian Menengah Pertama (SPMA) Jogja ini resmi keluar dari pekerjaan Penyuluh Pertanian Sukoharjo yang telah ia geluti sejak tahun 1984. Ia fokus pada rumah tangga yang dibangun bersama Sembada. Dikaruniai 3 putra dan 1 putri dengan jarak kelahiran yang tidak terlalu jauh menjadikan kehidupan rumah tangga Awik ramai dan berwarna. Pekerjaan domestik khas ibu rumah tangga ia kerjakan dengan mengharap ridho Allah. Ia menikmati rutinitas itu karena yakin bahwa menjadi seorang istri dan ibu merupakan ibadah yang mendekatkannya dengan surga. Menjadi jalannya bermanfaat bagi orang lain dimulai dari orang terdekatnya.
Bergulirnya waktu tak terasa menghantarkannya pada masa di mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala memanggil sang suami terlebih dahulu. Pada bulan Ramadhan tahun lalu, tepatnya pada tanggal 16 Juni 2017, di waktu subuh Sembada mengalami serangan jantung untuk yang pertama dan terakhir. Innalillahi wa innailaihi roji’un. Di usia 61 tahun Sembada menutup mata untuk selama-lamanya. Meski berat, Awik meyakini bahwa itulah qodarullah yang harus diterima. Keempat anak mereka pun menerima meski berat pada awalnya. Rumah yang terletak di Buntalan, Klaten Tengah, Klaten kini ia tinggali bersama dengan menantu, istri dari putranya yang kedua.
Saat ini Awik telah menjadi seorang nenek. Pernikahan putranya telah dikaruniai seorang anak yang menjadi cucu pertama Awik. Status nenek yang ia sandang setelah cucu pertamanya lahir tidak mengurangi semangat bermanfaat yang Awik miliki. Aktivitas kesehariannya tidak lepas dari motto bermanfaat bagi orang lain. Terbukti, hingga kini tidak hanya keluarga kecilnya saja yang merasakan manfaat Awik. Baik keluarga besar, maupun masyarakat umum pun khusus juga merasakan manfaat kehadiran Awik.
Setiap pagi, Awik membangunkan anak-anak baik secara langsung maupun by phone untuk sholat subuh ke masjid. Setelah itu Awik akan bersiap ke masjid untuk berjama’ah sholat subuh. Awik melanjutkan aktivitas bermanfaatnya dengan sedekah tenaga. Dengan membersihkan mushola dan masjid sekitar rumah bersama anak pun pemuda sekitar, setiap pagi Awik mengalokasikan tenaganya untuk kemaslahatan warga sekitar. “Dulu dengan ibu-ibu, setiap jumat keliling sekelurahan membersihkan mushola atau masjid setempat.” kata Awik saat ditemui Tim Media DSH (7/8).
Tidak berhenti sampai di situ, Awik melanjutkan perjalanan menebar manfaat dengan membeli bubur beberapa porsi sepulang dari masjid atau mushola. Sebungkus bubur dua ribuan ia bagikan kepada orang-orang yang ditemui saat perjalanan pulang. Terkadang Awik membooking beberapa porsi bubur dan minta tolong penjual bubur untuk membagikan ke orang-orang tua di sekitar. Meski bubur itu mungkin tidak seberapa (harganya) namun Awik berharap bubur itu dapat memberikan manfaat bagi orang-orang yang menerimanya. Dan melihat ekspresi bahagia orang-orang yang menerima bubur hangat tersebut, perasaan Awik pun ikut menghangat, bahagia. Sisa uang belanja yang ia bawa, rutin ia masukkan ke bedug subuh Dompet Sejuta Harapan (DSH).
Awik juga rutin mengunjungi orang tua kandungnya. Meski kunjungan itu hanya sebentar, ia selalu menyempatkan bertanya kebutuhan dan keinginan kedua orang tuanya yang alhamdulillah masih sehat itu. Inilah bentuk bakti yang tidak ingin Awik hilangkan. Meski seringkali keinginan orang tuanya hanya sekedar keinginan sederhana seperti makan makanan tradisional cenil dll. Namun ketika keinginan dan kebutuhan itu terpenuhi, orang tua merasa bahagia dan itu membuat Awik merasa bahagia pula.
Sekitar jam 6 kurang seperempat, Awik ke rumah anak sulungnya. Di sana Awik dzikir pagi Al Ma’surat di dekat cucunya. Setelah itu memandikan cucu yang masih bayi tersebut dan membawanya ke rumah Awik. Di rumah, Awik menjalankan peran keibuannya. Mengerjakan pekerjaan domestik tanpa asisten rumah tangga. Ia tidak mau menggunakan asisten rumah tangga seperti ketika anak-anaknya masih kecil dulu. Inilah ladang amal shalih yang sangat jelas terlihat di depan mata yang tidak akan Awik sia-siakan. Ketika terdapat sisa makanan yang sudah tidak layak konsumsi manusia, Awik manfaatkan itu sebagai pakan ikan peliharaan anaknya. Karena menurutnya, bisa jadi makanan sisa itu adalah rezeki makhluk lain yang Allah titipkan kepadanya.
Selain rutinitas harian yang sederhana namun penuh makna tersebut, Awik juga tergabung dalam beberapa organisasi sosial baik lokal maupun nasional. Seringkali ia ditunjuk sebagi bendahara, pengurus bidang sosial, maupun seksi agama. Ada sekitar 15 organisasi maupun struktural kemasyarakatan yang beliau terjun aktif ke dalamnya. Antara lain Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Aisyiah, Dasa Wisma, Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK), Takmir Masjid Raya Klaten, struktural RW, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), maupun kelompok studi islam maupun kajian rutin. Dengan banyaknya aktivitas Awik, belajar agama termasuk yang utama baginya. Mengikuti pelajaran tahsin, riyadhoh Persatuan Pengusaha Muslim (PPMI), liqo’, dan mengadakan kajian rutin di rumahnya setiap malam jum’at dan malam senin menjadi aktivitas yang utama bagi Awik.
Ketika putra-putrinya mengetahui Awik tergabung dalam beberapa organisasi pengusaha, mereka menggoda Awik. “Mama masuk komunitas pengusaha, memangnya usaha mama apa?” canda putra-putrinya yang hanya dijawab dengan tawa renyah Awik. Memang usaha yang Awik jalankan tidak seperti kebanyakan orang. Sejak suaminya pensiun tahun 2014, Awik dan suami memulai usaha jual beli tanah dan sawah. Dengan modal 1 M dari uang pensiun, Awik dan suami memulai investasi dalam bentuk tanah dan sawah. Sejak saat itu, bukan Awik yang mencari penjual tanah namun orang-orang yang datang sendiri menawarkan tanah atau sawah mereka kepadanya.
Menjalankan usaha ini banyak rintangan yang harus Awik hadapi. Dari permainan notaris, hingga akte keluar dalam jangka waktu yang lama bahkan yang seharusnya 2 sampai 3 bulan menjadi 1 sampai 2 tahun. Sehingga ia harus berkali-kali memohon maaf kepada pembeli tanahnya. Tidak jarang ia dimarahi mereka. Yang lebih berat ialah ketika ia harus menerima tekanan-tekanan dari calon pembeli karena harga yang belum mufakat. Pembeli yang seorang pengusaha, kaya raya dengan aset di mana-mana, seringkali mengancam dan memberikan berbagai tekanan agar Awik mengikuti harga yang diminta calon pembeli tersebut. Padahal harga yang diminta calon pembeli tersebut tidak masuk akal untuk sebuah tanah yang prospek.
Dalam bidang sosial, Awik juga menjadi salah satu donatur tetap Dompet Sejuta Harapan (DSH). Tepatnya pada bulan Juli 2010 ketika launching Program Bedug Subuh DSH yang mendatangkan Ustad Yusuf Mansur, Awik tertarik ikut dalam Program Bedug Subuh DSH. Saat itu, putranya menjadi salah satu korban kecelakaan beruntun yang mengakibatkan patah tulang tangan kanan di tiga titik. Dalam kajiannya, Ustad Yusuf Mansur menyampaikan bahwa bersedekah dapat memperlancar urusan. Sejak saat itu, Awik merutinkan mengisi bedug subuh yang kemudian diambil duta DSH setiap bulan maupun dua bulan sekali.
Awik sangat senang berbagi melalui DSH. Menurutnya, beliau tidak perlu mencari-cari anak yatim untuk berbagi. Melalui DSH, beliau dapat turut serta membangun generasi penghafal qur’an dengan adanya santri binaan Qur’an Homestay DSH. “Kalau dihitung nalar, nggak masuk akal. Dihitung matematika nggak nyambung. Pendapatan dari pensiun itu 3 juta. Tapi Allah Mahakaya. Alhamdulillah selalu ada rezeki untuk berbagi.” tuturnya. “Harapan untuk DSH, insyaallah berkembang. Tambah santri penghafal quran, diamalkan.” lanjut Awik saat ditanyakan pesan dan harapan untuk DSH ke depan.